Penyesuaian diri kesehatan mental
Menurut kartono (2000),
penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri
dan lingkungannya, sehingga rasa permusuhan, kemarahan, depresi dan emosi
negative lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa
dikikis. Penyesuaian diri juga dapat diartikan sebagai penguasaan yaitu,
memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisir respon-respon
sedemikian rupa sehingga dapat menanggapi segala macam konflik, kesulitan
masalah hidup dan frustasi-frustasi dengan cara efisien
Penyesuaian
diri merupakan proses yang berlangsung sepanjang hayat. Dengan demikian
penyesuaian diri yang efektif dapat diukur dari seberapa baik individu dalam
menghadapi dan mengatasi kondisi yang senantiasa berubah.
Haber
dan Runyon (1984), mengusulkan beberapa karakteristik penyesuaian diri yang
efektif:
- Persepsi yang tepat terhadap realita: mampu mengenali konsekuensi dari tindakan dan mengarahkan perilaku yang sesuai, mampu menyusun dan memodifikasi tujuan yang realistic dan berusahan untuk mencapai tujuan tersebut.
- Mampu menghadapi dan mengatasi stress dan kecemasan.
- Memiliki gambaran diri (self image) yang positif: menyadari kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, mengharagai kekuatan yang dimiliki dan menerima kelemahan dengan cara yang positif.
- Mampu mengekspresikan perasaan secara terkendali. Orang yang sehat secara emosional mampu merasakan dan mengekspresikan nuansa emosi dan perasaan sehingga memungkinkan untuk membangun dan memilihara hubungan interpersonal yang penuh makna.
- Memiliki hubungan interpersonal yang baik: mampu membina keakraban dalam hubungan sosialnya, nyaman berinteraksi dengan lingkungan menghargai dan dihargai orang lain.
Kesehatan
mental seseorang sering kali dihubungkan dengan kemampuan penyesuaian dirinya.
Kehidupan yang tidak selamanya berjalan lancar dan sesuai keinginan, serta
hambatan dan pemenuhan pemenuhan kebutuhan dan pemuasan diri sehingga
mengganggu kapasitas penyesuaian diri seseorang. Kondisi demikian menimbulkan
tekanan yang harus dihadapi individu yang bersangkutan. Konflik dan frustrasi
yang bersumber dari faktor internal dan eksternal menjadi sumber stress
(Coleman, 1950).
Shoben
(dalam Korchin, 1976) menyebutkan istilah penyesuaian integrative (integrative
adjustment), yang ditanda oleh pengendalian diri, tanggungjawab pribadi dan
sosial, minat sosial yang demokratik, dan ide-ide ideal.
Pertumbuhan personal
Baik perempuan maupun
pria mengalami kategorisasi yang kemudian akan melekat sebagai bagian dari
karakteristik kepribadiannya. Gender tentunya dapat membuat stereotip
tersendiri bagi pria dan perempuan. Stereotip inilah yang akan menjadi
identitas dari individu itu dalam berhubungan dengan sesamanya. Sosialisasi
peran gender oleh orang tua sejak masa kanak-kanak akan membuat seseorang
mengkategorisasikan dirinya sebagai perempuan atau pria dengan hal-hal yang
dianggap sesuai dengan peran gendernya. Dengan demikian ada pembatasan dalam
hal peran yang dinilai cocok untuk pria dan perempuan. Stereotip perempuan
berbeda dengan stereotip pria. Stereotip pria anatara lain : memiliki kemampuan
memimpin, kompetitif, aktif, dominan, maskulin, analitis dan independen. Stereotip
perempuan mengutamakan perasaan, hangat, mencintai anak-anak, malu, pengertin,
lembut, loyal dan simpatik. Stereotip jenis kelamin ini member nilai tinggi
pada pria untuk sifat-sifat yang berhubungan dengan kecakapan seperti
kepemimpinan, obyektifitas dan kemandirian sedangkan perempuan untuk
sifat-sifat yang berhubungan dengan kehangatan dan kelembutan.
Daftar pustaka :
Sears, D. O., Freedman, J. L. & Peplau, L. A. 1994. Psikologi Sosial. Erlangga : Jakarta.
Kartono, K. 2000. Hygine
Mental. Mandar Maju: Bandung.
Baron, R. A. & Byrne, D. 2000. Social Psychology (9th ed). Massachusetts : A Person
education company.
http://www.psychologymania.com/2012/02/penyesuaian-diri-dan-kesehatan-mental.html
Nama : Yusi Risma Nurizki
Npm : 17511691
Kelas : 2PA02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar