Rabu, 27 Maret 2013

tiga mahzab terbesar psikologi


KESEHATAN MENTAL

Tiga mahzab terbesar psikologi

Teori Kepribadian sehat

1. Aliran Psikoanalisa

Dr. Abraham M. Low. M.D. adalah seorang guru besar psikiatri pada Fakultas Kedokteran Universitas Illinois. Low mendirikan Recovery, Inc, sebuah organisasi bagi orang – orang yang memiliki masalah – masalah mental, di Chicago pada 1937. Dewasa ini ada lebih dari 400 cabang di seantero negeri. Recovery, Inc. mirip dengan Alcoholics Anonymous, merupakan suatu program “self-help” bagi orang-orang yang memiliki masalah-masalah emosional, kebanyakan dari antara para klien tersebut merupakan bekas penghuni rumah sakit-rumah sakit mental. Para anggota perkumpulan itu menemukan bahwa masalah-masalah mereka tidaklah unik, orang-orang lain pun ternyata ada yang mengalami perasaan takut, mereka kurang mampu, merasa tidak berpengharapan dan mengalami waham, sama seperti mereka.
Mental Health Through Will –Training (1950) menguraikan secara rinci metode terapi Dr. Low. Buku ini menyajikan statistic yang menunjukkan kemandulan psikoanalisis Freudian, kendali menurut penilaian Dr. Low metode ini telah mendominasi seluruh bidang pelayanan psikiatrik dan telah menyisihkan saiangan-saingan terdekatnya (Adler dan Jung).
Saat itu, ia melaporkan bahwa klinik Menninger  mampu menyembuhkan 40 % dari kasus-kasus psikotik yang masuk. Menurut kesimpulan Low, psikoanalisis telah gagal. ( hasil penyelidikan lebih mutakhir yang dilakukan oleh Eysenck menunjukkan angka keberhasilan yang lebih tinggi bagi psikoanalisis, namun angka kesembuhan spontannya juga lebih tinggi ).
Mengenai dirinya sendiri Dr. Low menyatakan “ Penulis menolak doktrin psikoanalitik baik sebagai filsafat maupun sebagai teknik penyembuhan. Sebagai filsafat, penulis tidak dapat menerima pandangannya yang menyatakan bahwa perilaku manusia merupakan hasil dorongan-dorongan tidak sadar, entah seksual maupun lain-lainnya. Menurut pikiran penulis, hidup orang dewasa tidak digerakkan oleh naluri-naluri dibimbing oleh kemauan. Pemecahan masalah-masalah mental menuntut suatu pendekatan yang positif serta pengakuan atas kemampuan manusia untuk menentukan dan mengendalikan nasibnya sendiri, suatu pendekatan Freud. Low menyatakan, “ Dengan memberikan cap bahwa penginderaan merupakan sesuatu yang tak dapat ditoleransikan, bahwa alam perasaan merupakan sesuatu yang mengerikan dan bahwa impuls-impuls bersifat tak dapat dikontrol, maka kerancuan ini akan mengakibatkan pasien takut menghadapi, menerima serta mengendalikan reaksinya sendiri “.

b.      2. Aliran Behavioristik

O. Hobart Mowrer, Ph. D. adalah salah seorang psikolog terkemuka lain yang menentang teori-teori tentang perilaku yang menggambarkan manusia sebagai korban tak berdaya dari pembawaan atau lingkungannya. Sebelum menjabat Guru Besar Peneliti di bidang Psikologi di Universitas Illionis kini, Hobart Mowrer telah melewati perjalanan karir yang terhormat.
Pada awal tahun tiga puluhan ia merupakan salah seorang anggota dari suatu kelompok yang melakukan penelitian di Institut Hubungan Manusia, Universitas Yale, bersama Clark Hull, salah seorang penganjur terkemuka teori behavioristik.
Ia telah mengembangkan suatu metode baru yang efektif, dikenal dengan sebutan Terapi Integritas, untuk menyembuhkan masalah-masalah emosional, yang populer khususnya dikalangan dikalangan para pskolog dan psikiater yang meiliki keyakinan iman. Mowrer menemukan bahwa masalah-masalah mental bukannya bersumber dari usaha individu untuk hidup mengikuti kode-kode moral yang terlampau tinggi, melainkan masalah-masalah itu muncul karena orang tidak menjalani hidup sesuai dengan keyakinan-keyakinan moralnya sendiri.
Ia menyatakan, “ kita memiliki alasan kuat untuk percaya bahwa psikopatologi bukanlah muncul dari dorongan seks dan sikap bermusuh yang tidak tersalurkan, melainkan berasal dari suara hati yang terlampau ketat serta martabat dan tanggung jawab manusiawi yang diinjak-injak. Perubahan radikal atas persepsi tentang dasar dan kodrat penyakit mental ini menunjukkan pertalian antara konsepsi-konsepsi modern tentang roh kudus serta menunjukkan jalan ke arah sintesis baru antara agama dan ilmu psikologis maupun ilmu social modern. “

c.       3. Aliran Humanistik

James F.T Bugental merupakan presiden pertama perhimpunan Humanistik dan banyak sekali menulis tentang gerakan Humanistik. Ia mengingatkan para pembacanya agar jangan mengacaukan gerakan Humanistik dengan Humanisme dalam arti tradisional. Dalam arti tradisional, humanisme dipakai untuk melukiskan ateisme atau agnotisisme, lawan dari teisme, yaitu paham yang mengakui adanya pencipta atau daya cipta yang berasal dari alam semesta ini sendiri.
Kata Bugental, “ psikologi Humanistik meliputi mulai dari kaum teis taat sampai kaum ateis fanatic dan seluruh variasinya di antara kedua kutub tersebut. “ ia melanjutkan, “ psikologi Humanistik bukan barang baru. William James dulu adalah seorang psikolog humanistic. Psikologi itulah yang oleh orang awam biasanya dianggap sebagai psikologi yang ‘sesungguhnya’. Ia merupakan sejenis kegiatan yang paling sesuai dengan arti harafiah ‘psikologi’ (pengetahuan tentang jiwa). Para filsuf sejak zaman klasik dulu hingga sekarang cenderung menyibukkan diri membahas aneka masalah yang dipelajari oleh psikologi humanistic dewasa ini. 

Menurut pengamatannya, gerakan yang luas itu memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1.      Manusia merupakan persoalan sentral dalam psikologi. Para psikolog humanistic berkeberatan terhadap penggunaan data yang diperoleh dari tikus, kera atau burung-burung merpati, seolah-olah data itu memiliki nilai yang sama bagi penyelidikan tentang manusia itu sendiri.
2.      Manusia lebih dari sekedar penjumlahan dari bagian-bagiannya dan harus diselidiki sebagai suatu organisme yang menyatu.
3.      Psikologi humanistik sangat menghormati kebebasan individu. Ia bertujuan membantu individu agar dapat memprediksikan dan mengendalikan hidupnya sendiri secara lebih baik. Bugental mempertentangkan hal ini dengan paham behavioristik yang sering kali justru digunakan untuk “melayani mereka yang ingin memprediksikan dan mengendalikan orang lain. “
4.      Kriteria humanistik untuk menentukan nilai hasil-hasil penelitian mengutamakan tujuan-tujuan yang bersifatmanusiawi dibandingkan dengan tujuan-tujuan yang non manusiawi. Terdapat sejumlah kriteria humanist yang sahih, seperti kebermaknaan intrinsic, koherensi dengan konsepsi-konsepsi yang lain, validasi melalui pengamatan oleh sejumlah pengamat yang bekerja secara terpisah, keefektivan dalam mengubah pengalaman manusia yang seluruhnya sama sahihnya seperti frekuansi dalam statistic ataupun pengulangan aam penyelidikkan dilaboratorium.

Pandangan humanistic sebaimana dirumuskan oleh Dr. Bugental mencakup istilah-istilah seperti “ manusia adalah sadar “, “ manusia punya pilihan “, “ manusia bertanggung jawab “, “ potensi manusia lebih besar dari yang telah diatualisasikanya. “ ia memandngkan pandangan ini dengan pandangan-pandangan lainnya


Daftar pustaka :
 
Low, Abraham, Mental Health Through Will Training, The Christopher House, Boston, 1950, 1962.
Mowrer, O. Hobart, The Crisis in Psychiatry & Religion, Van Nostrand, New York, 1961.
            Supratinya, Drs. A, 2002. Mahzab Ketiga. Kanisius: Yogyakarta.
          Bugental, James F. T., “The Third Force in Psychology”, Journal of Humanistic Psychology, IV, 1, Spring, 1964.


Nama : Yusi Risma Nurizki
Npm   : 17511691
Kelas  : 2PA02




Tidak ada komentar:

Posting Komentar